DAY 19 #30DayWritingChallenge
Bukittinggi, 16 September 2024
THE THREE VALUES OF LIFE
Hallo Semuanya, how was your day ? semoga saja
semuanya berjalan lancar ya.. By the way, aku gagal dalam challenge menulisku
yang seharusnya sekarang sudah selesai loh, tapi nyatanya aku terhenti dan baru
sampai no 19. I’m so sad actually, but it’s okay I will try again and I will
continue my challenge. Ayo kita mulai lagi menulisnya teman-teman...
So, topik hari ini adalah tentang nilai
kehidupan yang aku jalani. Sebenarnya banyak nilai kehidupan yang dipesankan
oleh orang tua dan guruku kepada ku, tapi di dalam tulisan ini aku akan
menyampaikan tiga nilai kehidupan yang selalu aku pegang dan aku amalkan sebaik
mungkin dalam kehidupan ini.
Apakah itu artinya aku orang yang jujur selama
ini ? jawabannya tentu saja tidak, aku bukanlah manusia yang sempurna, bukan
pula anak gadis yang alim dan taat, aku secara pribadi juga memiliki sisi
buruknya, aku juga pernah berbohong kepada orang tua dan teman-temanku,
contohnya, teman tiba-tiba ngajak jalan pulang sekolah, aku menolak dengan
alasan ada janji di rumah, padahal sebenarnya aku dirumah juga tidak punya kegiatan
apa-apa, contoh lainnya aku tahu rahasia atau masalah seseorang, disaat teman
yang kepo bertanya kepadaku, aku akan selalu menjawab “tidak tahu, walaupun
sebenarnya aku tahu. Ada banyak kondisi yang kadang membuat aku untuk berkilah,
bukan berbohong ya, hanya sedikit bermain trik. Jika aku sudah terlanjur
berbohong aku akan mencari waktu untuk mengatakan sejujurnya kepada orang
terkait karena sejujurnya hati ini tidak tenang jika sudah terlanjur berbohong,
lebih baik mereka marah daripada mereka kecewa karena ku menyimpan masalah dari
mereka dan membohongi mereka, karena sejujurnya aku juga tidak suka dibohongi,
dan aku juga type orang yang susah untuk percaya kepada orang lain, apalagi
jika pernah dibohongi sekali, aku tidak akan percaya lagi kepada mereka, hukum
ini tentu berlaku juga untuk diriku sendiri jika seandainya aku berbohong
kepada teman-teman, dan keluarga ku. Seperti yang dipesankan oleh mama kepadaku, coba bayangkan
ke diri kita sendiri terlebih dahulu baru lakukan kepada orang lain, jika
seandainya sakit rasanya jika kita di cubit, maka orang lain juga akan
merasakan sakit di kala kita cubit juga mereka.
Teringat ku akan suatu peristiwa waktu aku masih
kelas 2 atau 3 SD lah, waktu itu aku ada tugas kelompok kesenian yang tugasnya
menari, suatu ketika hari itu tidak ada latihan menari, tapi aku mintak izin ke
mama pergi latihan menari, sebenarnya ku tidak pergi latihan menari, tetapi
pergi mandi ke lubuk, lubuk ini bukan sungai, bukan juga aliran air, tapi
semacam kolam, seperti kolam ikan yang di sekelilingnya ada sawah. Lubuk ini
menjadi tempat mandi warga sekitar, jadi warga disana tidak memiliki yang
namanya sumur tanah didalam rumah, dan mereka pergi mandi dan mencuci ke lubuk ini sementara
untuk minum mereka minum air dari bukit. Lubuk ini tidak seperti lubuk yang
pernah aku jumpai, lubuk ini memiliki air panasnya, dan uniknya hanya satu sisi
lubuk yang memiliki air panas sementara sisi lainnya memiliki air dingin
(sekarang lubuk ini sudah tidak ada lagi), kondisi ini membuat rasa ingin
tahu ku keluar menggebu-gebu hingga aku berani berbohong kepada mama, dan hasil
dari kebohongan ini adalah aku dimarahi semarah-marahnya dan sampai di ikat di
pohon mangga, dan sedihnya lagi itu waktu magrib. Bayangkan saja disaat masjid
lagi mengumandangkan azan magrib dengan merdunya sementara aku menangis
sejadi-jadinya karena diikat di pohon mangga. Sekuat tenaga aku melepaskan
ikatan itu dan pergi lari dari rumah. Itu magrib yang tidak bakal pernah aku
lupakan.
Tidak peduli apa alasannya, yang namanya
berbohong tetap salah, dan aku berusaha untuk tidak berbohong lagi, jika seandainya
situasi itu membuatku harus berbohong, maka aku memilih untuk diam dan akan
menjawab dengan kata saktal ku yaitu “Tidak Tahu”. Seperti yang
dikatakan oleh pribahasa, “Nilai seseorang terletak pada dua anggota
kecil pada tubuhnya, yaitu hati dan lisannya”, “Jika kerbau yang dipegang tali
hidungnya, maka manusia yang dipegang adalah katanya”.
Sebagai orang yang berpendidikan dan memiliki
sedikit ilmu agama, sangat penting untuk memperhatikan dan menjaga attitude,
orang yang berpendidikan tidak dilihat seberapa tinggi jenjang pendidikannya,
atapun seberapa panjang gelar yang dimilikinya tetapi dilihat dari sikap dan
sopan santunnya alias dari attitude baik yang melekat di dirinya.
Terlahir sebagai gadis minang, tentu aku didik
dengan ajaran-ajaran minang, salah satunya mengenal “Kato Nan Ampek”. Kato nan
Ampek disini adalah panduan etika berbicara dalam budaya minang kabau yang
memiliki makna yang sangat mendalam. Kato nan ampek itu terdiri dari kato
mandaki, kato manurun, kato mandata, dan kato malereng.
Kato mandaki adalah tata cara berbicara kepada orang yang lebih tua dan posisi yang
lebih tinggi. Kata yang dikeluarkan harus berhati-hati, sopan santun, lembut
dan berbudi paling utama. Dilarang memanggil orang yang lebih tua dengan
sebutan nama langsung, harus menyebut dengan posisi beliau didalam masyarakat,
contoh datuak, mamak, ante, etek, uwo, uni, uda, buya, dan sebagainya.
“Ba kaba uni ? (Bagaimana kabarnya kak ?), Pai kama atuak
tu ? (mau pergi kemana kakek ini ?)
Kato menurun adalah panduan etika berbicara kepada orang yang lebih muda, penting
untuk tetap menghargai dan tidak merendahkan lawan bicara. Kato manurun
disini maksudnya adalah panduan untuk mengayomi dan mendidik mereka yang kecil dari
kita yaitu anak, keponakan, maupun adik
kita, disini kita bukan berarti melakukan sesuatu memerintah atau
menyuruh-nyuruh mereka melakukan sesuatu yang terkesan mengintimidasi. Tutur
kata yang disampaikan haruslah berwibawa dan arif. Contoh kata : Oi buyung
dangakan lah pasan amak tu, (Ai anak bujang, dengarkanlah pesan ibumu itu).
Kato mandata ini bentuk etika berbicara kepada teman-teman atau rekan yang sebaya.
Gaya bicara yang bebas dan bercanda lepas namun tetap menjaga perasaan lawan
bicara dengan tidak menyinggung, atau pun menyakiti hati lawan bicara.
Kato malereng adalah etika berbicara kepada orang yang disegani, dan juga merupakan
aturan komunikasi dengan orang didalam bagian keluarga yang tidak memiliki
hubungan darah seperti kepada saudara ipar, antar besan, mertua, atau orang
sumando dalam bahasa minang.
“Pucuk pauah sadang tajelo, panjuluak buah lingundi,
Nak jauh silang sangketo, pahaluih baso jo basi”
Artinya, dalam hidup bermasyarakat, kita harus
mengutamakan sopan dan santun serta
berbudi bahasa yang baik agar terhindar dari perselisihan. Perhatikan kata-kata
yang akan dikeluarkan dan kepada siapa lawan bicara kita. Ibnu Qayyim
al-jauziyah juga mengatakan “agama itu seluruhnya adalah akhlak, barangsiapa
semakin baik akhlaknya, maka semakin baik pula agamanya”.
Ada quotes mengatakan :
Mahkota
seseorang adalah akhlak,
Adap seseorang
adalah agamanya,
Kehormatannya
adalah budi pekertinya.
Ada banyak pesan yang mengingatkan kita tetang
akhlak, maka sangat penting yang namanya untuk menjaga akhlak kita. Bahkan Agama
telah mengatur cara kita berbicara, bergaul, bertamu, attitude makan pun juga
diatur oleh agama. “Adat basandi syara’, syara’ basandi kitabullah”
BERTANGGUNG JAWAB
Nilai kehidupan ketiga yang aku pegang teguh
hingga saat ini adalah rasa tanggung jawab yang besar. Prinsipku dari dulu adalah,
berani memulai berani mengakhiri, berani berbuat berani bertanggung jawab.
Harus selalu siap dengan resiko-resiko yang datang akan setiap keputusan yang
telah diambil. Sikap tanggung jawab juga merupakan bentuk kekuatan yang aku punya
untuk selalu bisa berdiri di atas kaki ku sendiri. Tanggung jawab adalah sisi
dari kemandirianku selama ini. Pada dasarnya, orang yang bertanggung jawab atas
diri kita adalah kita sendiri, dan sikap tanggung jawab ini adalah kekuatan
kita untuk menjalani hidup kita. Tidak selamanya orang-orang yang menyayangi
kita selalu bisa dan ada untuk diri kita sendiri, bahkan bayanga kita sendiri
yang selalu ikut di belakang kita juga bisa meninggalkan kita. Tanggung jawab
kita adalah cerminan dari karakter dan integritas kita.
DAY 19 #30DayWritingChallenge
0 Komentar