MY FAMILY

 DAY 15 #30DayWritingChallenge

Bukittinggi, 23 Agustus 2024

MY FAMILY

My Home


Aku yakin pasti teman-teman semua familiar dengan lirik lagu dibawah ini


Harta yang paling berharga adalah keluarga

Istana yang paling indah adalah keluarga

Puisi yang paling bermakna adalah keluarga

Mutiara tiada tara adalah keluarga 

(Harta Berharga -Bunga Citra Lestari)


Sebagai orang timur yang berbudaya, kata “Keluarga” memiliki makna yang berarti dan sakral bagi setiap orang. Setiap orang menafsirkan kata “keluarga” sesuai dengan pengalaman hidup masing-masing. Memiliki kata sakral masing-masing. Bagi ku kata “Keluarga” artinya rumah. Yes, keluarga ku adalah rumah ku. No matter what is gonna happen, my family is always number one. Apakah keluarga ku keluarga sakinah mawaddah warahmah?, keluarga idaman ? Jawabannya TIDAK. Jauh dari kata itu, keluarga ku hanya keluarga petani kecil yang kurang pendidikan dan kurang harta, serta tanpa warisan. Sangat sederhana dan complicated. Kalau lah saja aku hidup di zaman kolosal yang masih memakai sistem kasta dalam kehidupan sosial, maka aku berada di kasta terbawah, kasta rakyat jelata. Puji syukur aku lahir dan hidup di lingkungan masyarakat yang tidak terlalu memperhatikan hal itu lagi.


Keluarga kecilku terdiri dari enam orang, ada papa, mama, aku anak sulung, cici anak tengah, farhan anak tengah juga yang awal perencanaanya beliau adalah si bungsu, dan menjadi satu-satunya putra mahkota di atas rumah gadang, namun tiba-tiba takdir berkata lain, posisinya digeser oleh kelahiran putri mahkota tahun 2019 yaitu adelia, si bungsu, si bontot yang paling cantik dan bijak. Kalau bahasa minangnya “buah salek”.  Walaupun begitu farhan tetap menjadi satu-satunya pangeran mama, anak bujang kesayangan mama satu-satunya.


Buah salek  yang dimaksud ini bukan buahan-buahan ya, ini sebuah istilah dalam keluarga dimana kondisi seorang ibu yang sudah memiliki anak - anak yang sudah besar dan sudah tidak lagi seharusnya direpotkan oleh urusan pengurusan anak, namun tiba-tiba tanpa ada perencanaan didatangkan calon baby (hamil lagi). Lahirlah anak bungsu yang jarak umurnya sangat jauh dari kakak dan abang nya, contohnya jarak aku (sulung) dengan adelia (bungsu) terpaut 21 tahun, Farhan (bungsu 2) dengan adelia (bungsu 1) terpaut 13 tahun. Jarak yang cukup jauh kan. Lebih kurang begitu lah defenisi buah salek yang aku maksud. Next.




Keluarga kecil yang sederhana ini tinggal di sebuah gubuk yang kami sebut rumah. Rumah yang berdiri di atas tanah suku yang sukunya bukan pula suku ku, artinya aku tinggal diatas tanah yang bukan harta warisan keluarga, bukan pula diatas tanah warisan suku ku, dan bukan pula diatas tanah milik pribadi hasil pencarian ku, tetapi di atas tanah orang lain. Manumpang bahasa gaulnya nebeng. 


Manumpang sampai kami punya rezeki untuk beli tanah dan punya rumah atas nama sendiri = aset sendiri. Ini permohonan perjanjian berdasarkan ucapan, bukan perjanjian di atas hitam dan putih, yang artinya perjanjian ini bisa dirusak oleh banyak orang. Oleh karena itu aku selalu mengatakan aku ingin membeli rumah walaupun kecil tetapi bisa menampung semua anggota keluarga ku, karena kondisinya aku dan keluargaku belum / tidak aman, aku dan keluarga bisa di usir kapan pun dari atas tanah itu, karena itu bukan harta warisan keluarga ku, bukan properti keluargaku dan aku tidak memiliki hak apapun di atas itu. Tidak sedikit ujian dan cobaan yang aku dan keluarga hadapi untuk tinggal diatas tanah itu. Maklum saja, iri dengki hati manusia tidak bisa kita hindari, tidak satu, dua, atau tiga cara bagi mereka untuk membuat tuan tanah mengusir aku dan keluarga dari sana. Puji Allah Swt yang selalu melindungi keluarga ku, hingga saat ini aku dan keluargaku masih bisa tinggal dan berlindung di atas tanah itu, dan semoga Allah mengijabah doa ku untuk bisa memiliki rumah baru secepat mungkin. 


Secara pendidikan mama dan papa hanyalah lulusan sekolah dasar, papa pernah lanjut SMP karena kondisi ekonomi keluarga yang tiba-tiba bangrut yang akhirnya menyebabkan beliau putus sekolah, sementara mama yang memang terlahir dari keluarga miskin dan broken, menyelesaikan pendidikan dasar saja sudah Alhamdulillah, walaupun ijazah SD nya tidak beliau terima. Walaupun begitu aku tetap bangga kepada Mamaku, karena beliau memiliki wawasan dan pemikiran yang luas, dimana beliau menganggap pendidikan sangatlah penting, dan beliau selalu berjuang untuk pendidikan anak-anaknya. Beliau rela tidak menanak nasi demi uang ongkos untuk anaknya ke sekolah besok. Rela tidak membeli beras demi bisa beli buku dan pena untuk anak-anaknya biar bisa belajar di sekolah. Thats my mom, rela melakukan apapun demi pendidikan anaknya (yang penting halal).


Papaku orang yang sederhana tanpa mimpi, menurut pendapatku. Beliau beda dari ayah dan papa orang lain, sometimes aku iri kepada teman-temanku yang dimana mereka bisa membanggakan papanya, sementara aku tidak tahu harus membanggakan apa?, bukan karena kondisi fisik, harta, atau sosialnya, tetapi tentang perannya. Secara raga aku memiliki seorang ayah yang utuh, namun perannya sebagai seorang ayah tak ku rasakan. Mungkin itu sudah jalan takdirku. Aku selalu berusaha keras agar beliau bangga kepadaku, beliau bersyukur memiliki putri sepertiku, namun nyatanya tidak. Sejujurnya hati ini sedih, bagi mereka disana, ayah adalah cinta pertama anak perempuannya, tapi bagiku ayahku adalah patah hati pertama dan terdalamku, hingga membuatku tidak percaya kepada sosok yang namanya laki-laki yang tugasnya memimpin dan melindungi. Segala sesuatu itu ada hikmahnya kan? hal yang aku syukuri adalah, aku bersyukur lahir sebagai putrinya yang menjadikan aku keras dan mandiri seperti hari ini. Sifat dan sikap beliau yang seperti itu melatihku untuk mandiri, berdiri di atas kaki sendiri, dan memperjuangkan apa yang aku impikan. Hingga hari ini tidak ada satupun laki-laki terlibat dalam proses ku, dan tidak aku sesali jika suatu hari nanti mimpi yang ku rancang hanya bisa sampai pada tulisan di buku saja, karena aku sedang tidak berlomba dengan siapapun, aku hanya berjuang untuk hidupku sendiri, walaupun hanya jurang yang aku temui di ujung jalan ini, tak kan ada penyesalan didalam hati ini, hanya ada rasa bangga untuk ku yang telah berjuang. Aku berharga walaupun dunia tidak melihat ku seberharga itu.


Kondisi seperti ini juga yang menjadikan aku berubah memiliki banyak peran, peran pertama yang sudah aku lakukan dari kecil ada peran seorang ibu. Bab sebelumnya, aku menceritakan demi aku bisa bersekolah, mama pergi ke kerja ke sawah orang yang lokasinya jauh yang pergi pagi pulang sore sehingga aku harus mengasuh adik ku dirumah, dia adalah cici. Masih di dalam buaian rotan dan masih harus menyusu ASI, demi aku bisa bersekolah, mama korbankan segalanya, dan aku di usia yang dini itu harus sudah pandai mengawasi adikku, mangasuh adikku, menyuapi air teh pengganti asi yang seharusnya dia minum, membuai nya demi mengganti gendongan mama yang seharusnya dia rasakan. Pengorbanan seperti itu yang sudah beliau lakukan demi aku, kakaknya bisa bersekolah, wajar saja jika aku memanjakannya, karena ku berhutang budi kepadanya. 


Susah dan kerasnya kehidupan yang aku rasakan itu, ingin rasanya adik-adikku untuk berhenti merasakan hal itu, dan jangan sampai mengulang masa-masa kelam aku dulu, namun apa boleh buat, garis kehidupan telah dituliskan, kita sebagai hamba hanya bisa mengikuti dan menjalani nya saja. Belajar dari hari-hari sebelumnya, aku memang tidak bisa mengubah apa yang sudah tertulis, namun setidaknya aku bisa membantu meringankan beban ini, walaupun aku hanya butiran debu, aku yakin aku bisa menjadi tempat untuk berbagi beban. Aku berpikir, jika tidak kepadaku mereka (adik-adikku) mengadu, lalu kepada siapa lagi ? karena aku tau rasanya tidak ada abang atau kakak untuk bergantung karena aku anak sulung. Teruntuk mamaku, jika tidak kepadaku beliau berkongsi, lalu kepada siapa lagi ? Jika beliau sendiri yang memikirkannya, bisa gila mamaku, kasian adik-adikku, teraniaya semuanya. Oleh karena itu, aku sebagai anak harus siap menjadi garda terdepan untuk keluargaku, harus menjadi problem solver bagi mereka semua. Keluargaku adalah rumah yang harus aku lindungi. 


Adelia, sibungsu, beliau adalah permata yang harus dilindungi. Di tengah terombang ambingnya kapal keluarga ini beliau hadir, dan aku tidak ingin beliau merasa sedih dan mentalnya rusak karena masalah keluarga. Adelia adalah harta yang berharga yang Allah hadirkan dan titipkan kepada keluargaku.  Adelia juga obat lelah yang allah kasih kepada ku dan keluarga ku. Adelia adalah rumah yang harus aku lindungi. 


Keluargaku adalah rumahku, karena dari kecil aku belajar bahwa tidak semua keluarga itu keluarga. Keluarga mama meninggalkan aku dan adik-adikku, keluarga papaku, jangan ditanya lagi ? melirik kami pun tidak. Oleh karena itu keluarga ku hanya adik-adikku. Jikan bukan aku, tidak ada lagi tempat bagi mereka untuk pulang dan mengadu, dan aku adalah orang tua kedua bagi mereka. Teringat waktu mama sempat sakit, mama berpesan, kami kakak, adik beradik harus selalu bersama, harus selalu tolong menolong dan saling bergantung, jika ada salah satu diantara kami meninggalkan saudara-saudaranya, maka mama tidak redho akan kehidupannya. 


Aku terlahir sebagai anak perempuan yang harus pintar dalam mencari uang tanpa mengandalkan laki-laki, aku lahir dari keluarga yang apapun yang aku inginkan harus aku usahakan sendiri, sebagai seorang perempuan harus mampu berdiri di atas kaki sediri. Kondisi ku memaksaku untuk berbuat demikian. Dibalik kerja kerasku ini ada anak yang sedang tumbuh yang kebahagian dan masa depannya yang sedang aku perjuangkan, karena ku tahu rasanya mimpi yang harus dikubur secara perlahan hanya karena disuruh mundur oleh keadaan. Aku rela melakukan semuanya, karena aku yakin dimasa depan nanti akan ada waktu yang diperuntukan untuk diriku sendiri. Hari ini aku sedang berjuang menyelamatkan rumah ku. Ibarat burung yang sedang berjuang membuat sangkar nya sendiri dengan cara perlahan mengumpulkan dedaunan untuk membuat sarang.


Harapan ku satu, semoga aku selalu diberi kesehatan dan rezeki yang yang berlimpah agar aku bisa melindungi rumahku, memenuhi kebutuhan orang-orang di dalam rumahku, dan rumahku tetap utuh dan hangat, suara tawa suka selalu terdengar. Amin.

DAY 15 #30DayWritingChallenge


Posting Komentar

0 Komentar